Wednesday, February 18, 2009

Korupsi


Korupsi (ber)Jamaah Vs Jihad Antikorupsi

“Orang-orang di Depag bisa korupsi karena mereka tahu kapan waktunya ber-taubat. Dan lagi, mereka tahu mana ayat-ayat yang dapat menerima tobat,” ucap seorang wartawan (cerdas nan lucu) ketika penulis mengeluh adanya dugaan kasus tindak pidana korupsi yang sedang booming di Departeman Agama (Depag) beberapa hari ini. Jujur saja, mendapatkan jawaban sedemikian konyol penulis sempat mengkal sekaligus (lirih) mengamininya.


Bak kata pepatah, serapat-rapatnya bangkai dibungkus, niscaya baunya tersebar. Demikianlah (mungkin) ungkapan yang tepat untuk menggambarkan adanya dugaan kasus korupsi yang sedang terjadi di Depag. Amat disesalkan bila Depag, selaku institusi agama yang tentunya memegang teguh tradisi moral keagamaan, akhirnya toh, tersandung pula seperti lembaga formal negara lainnya.

Teramat disesalkan lagi, dugaan korupsi yang bersemayam ditubuh Depag justru menyanngkut penyelenggaraan haji yang diselewengkan dari Dana Abadi Umat (DAU). DAU yang diselewengkan dipakai untuk hal-hal aneh, menghajikan pejabat misalnya.
Korupsi (ber)Jamaah.

Korupsi yang terjadi di Indonesia bukan lagi dilakukan secara personel tetapi sudah dilakukan secara berjamaah dan lintas lembaga. Boleh dikatakan, semenjak era reformasi hampir saban hari pemberitaan korupsi menjadi konsumsi di media massa. Tidak hanya yang terjadi di Jakarta (pusat), juga didaerah. Pendek kata, meminjam judul lagu nasional, dari Sabang sampai Merauke berkorupsi ria.

Anehnya, pemberitaan kasus korupsi seakan tidak membuat jera para koruptor dan calon koruptor. Tidak hanya itu, banyak para tersangka korupsi yang dapat melenggang kangkung meninggalkan ruang sidang pengadilan. Tak pelak, dari tahun ketahun peringkat negara terkorup yang kita sandang, pelan tapi pasti kian mendekati puncak tangg pertama. Tinggal menunggu waktu hal ini akan terjadi, sepanjang upaya serius dan kebranian untuk pembrantasan korupsi masih maju enggan mundur tak mau alias jalan ditempat.

Begitu sulitnya membrantas korupsi hal ini disebabkan selain kurangnya upaya serius adalah karena korupsi yang terjadi dilakukan secara kolektif (berjamaah) yang juga melibatkan orang-orang yang memiliki kekuasaan. Sehingga korupsi berjamaah ini nyaris musykil dibrantas sampai keakar-akarnya. Para jamaah ini akan saling melindungi jamaah lainnya. Jika salah satu dari anggota korupsi berjamaah berkicau, bisa-bisa aibnya sendiri terbongkar. Ibarat kata pepatah, menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri.

(Barangkali) karena tingginya solidaritas dalam korupsi berjamaah disuatu lembaga mengakibatkan sulit terbongkar. Bahkan bisa menular ke lembaga lain. Bagi lembaga yang ada sejak orde baru kuat dugaan tidak terlalu sulit untuk menggalang solidaritas korupsi berjamaah tanpa rasa khawatir terbongkar. Itulah mengapa korupsi yang terjadi di Depag selama ini lita dengar nyaris tak terbongkar.

Menghancurkan Agama

Sekalipun DAU yang diselewengkan sekecil apapun, jika peruntukkannya untuk hal-hal yang aneh tetap merupakan korupsi. Padahal DAU, sebagaimana yang diatur dalam Keppres No.22 tahun 2001 tentang Pengelolaan DAU, hanya diperuntukkan bagi kemaslahatan umat dibidang pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi, pembangunan sarana dan prasarana.

Kenyataannya, selama masa audit sejak tanggal 1 Januari 2001 hingga 30 November 2004, terdapat ratusan bukti pengeluaran yang tak relevan. Mulai dari sedekah untuk ballboy dilapangan tenis, uang bensin ibu-ibu pejabat Depag, sumbangan kambing atas nama pejabat Depag, sogokan wartawan, hingga bantuan biaya perjalanan mantan presiden dan kandidat wapres yang berasal dari sebuah organisasi keagamaan (Tempo, edisi, 20-26 Juni 2005).

Bagi umat, ibadah haji merupakan salah satu kewajiban yang musti dilaksanakan (untuk mereka yang mampu). Seperti yang disabdakan Nabi SAW, Buniyal islamu ala khamsin, syahadati an laa ilaaha illallah wa anna Muhammad rasulullah, wa iqamis shalah wa ieta’ izzakah wa shaumi ramadhan, wa hajjilbait, islam didirikan diatas lima.

Percaya bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat dan puasa di bulan Ramadhan dan berhaji ke Baitullah.
DAU yang diselewengkan justru mempersulit umat islam dalam melaksanakan haji. Karena dengan adanya penyelewengan DAU, para jamaah haji yang semestinya mendapat fasilitas memadai menjadi kurang terpenuhi. Ini sedikit banyaknya akan mengganggu kekusyukan ritual melaksanakan ibadah haji. Mulai dari ongkos penerbangan yang mahal sampai masalah pemondokan yang kurang nyaman.

Tindakan penyelewengan DAU jelas sangat merugikan, kendati tidak lantas membuat para jamaah haji ngedumel. Mereka sadar, apapun yang didapat selama pelaksanaan haji merupkan suatu ujian dan harus disikapi secara sabar dengan penuh keikhlasan agar hajinya mabrur. Sebab, kesabaran dan keikhlasan merupakan kunci dari iman. Hai itu pulalah yang juga sering dilontarkan oleh pihak Depag bila pelayanan haji dikeluhkan oleh jamaah.

Dengan mempersulit umat islam yang pergi melaksanakan haji berarti menghalangi untuk menunaikan ibadah, sama artnya dengan menghancurkan agama (islam) sendiri. Betapa tidak?. Biaya haji yang semestinya bisa turun menjadi lebih mahal dan DAU yang semestinya dipergunakan sebagaimana mestinya justru disedekahkan secara mubazir.

Padahal, tidak semua jamaah haji terbilang mampu secara ekonomi. Mereka ada juga dari golongan ekonomi yang pas-pasan ingin menjalankan perintah agama menuanaikan ibadah haji dengan uang tabungan selama puluhan tahun bahkan sampai menjual tanah.. Sayangnya, oknum-oknum yang melakukan penyelewengan DAU justru memakai kedok agama. Agama bagi para oknum, tidak lebih sebagai tambang emas yang dapat menghasilkan uang dalam penyelenggaraan haji yang periodik. Karena itu mereka sangat patut disebut sebagai orang-orang yang menghancurkan agama.

Jihad Antikorupsi

Dengan membiarkannya korupsi terutama yang menyangkut penyelenggaraan ibadah agama, tidak saja menyebabkan kehancuran bangsa dan negara, melainkan juga menyebabkan kehancuran agama itu sendiri. Dana umat yang diselewengkan tentunya tidak bisa ditoleransi, sekalipun bukan untuk memperkaya diri.

Apabila ketentuan legal yang normatif menjelaskan bahwa salah-satu unsur korupsi adalah memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan cara melawan hukum dan menimbulkan kerugian bagi keuangan negara, bisa dinafikan karena penyelewengan DAU bukan untuk memperkaya diri. Namun, dalam kacamata agama hal ini tentunya sangat tidak dibenarkan. Apalagi DAU tidak digunakan sebagaimana mestinya, namun untuk membiayai perjalanan haji sejumlah pejabat negara. Kuat dugaan, ongkos haji yang dinikmati pejabat msarat dengan kepentingan.

Hemat penulis, satu-satunya cara ampuh sebagai terapi membrantas korupsi sampai keakar-akarnya dan mencegah terjadinya korupsi dikemudian hari adalah dengan cara melakukan jihad antikorupsi. Karena, upaya pembrantasan korupsi yang dilandasi dengan asas legal semata ternyata cukup tidak efektif, ketimbang menuliskan gagal.
Ditinjau dari asal kata, Menurut Abu Luwis Ma’luf, jihad berasal dari bahasa Arab, yaitu jahadayazhadu-jahdah yang mempunyai bentuk isim masadar dari fi’il jahada, artinya qotalahu Muhammatan’aniddin, menyerang musuh dalam rangka membela agama (Ma’luf, Beirut:Darul Masyriq, 1986, 106). Sedangkan menurut AS Hornby mendefinisikan jihad sebagai holy war fought by Muslim against those who reject Islam(ed.al. Crowher, NY: Oxford University Press, 1995, 639).

Oleh karena itu, jihad antikorupsi dapat diartikan sebagai suatu upaya sungguh-sungguh untuk mebrantas korupsi berlandaskan agama yang bermuara pada kehidupan bersih dari korupsi. Jihad antikorupsi ini sangat penting dilakukan mulai sekarang mengingat disamping menyelamatkan masa depan bangsa dan negara, juga untuk menyelamatkan kehidupan agama yang sudah mulai dihancurkan.

Dengan adanya sandaran teologis membrantas korupsi melalui cara jihad antikorupsi, maka mentalitas keberagaman yang korup dapat terkikis. Tradisi jihad antikorupsi sudah semestinya dikembangkan dan dipertahankan mengingat korupsi di Indonesia sudah mendarah daging dan membudaya yang sulit dihilangkan dalam sekejap mata. Jihad antikorupsi yang bersandar teologis merupakan tugas suci untuk merubah kehidupan bangsa negara menjadi lebih baik.

Karena sesungguhnya jika makna jihad diperluas, maka jihad antikorupsi ini juga sebagai upaya membela agama. Dengan membiarkan korupsi terus merajelela dan para koruptor tak tersentuh oleh hukum, maka kehidupan umat beragama juga mengalami kesengsaraan. Oleh karena itu, satu-satunya cara efektif yang harus dilakukan pemerintah adalah jihad antikorupsi dengan mengajak lembaga keagamaan maupun lembaga yang peduli terhadap gerakan antikorupsi serta melibatkan seluruh anggota masyarakat berpartisipasi dalam membrantas korupsi. Kita tunggu saja perang suci melawan korupsi…..Wallahu’alam.

No comments: